PENGERTIAN AURAT
Kata ‘aurat dalam bahasa
Arab berasal dari kata-kata sebagai berikut :
1.
“Awira”
عور yang bararti hilang perasaan, hilang
cahaya atau lenyap penglihatan (untuk mata). Pada umumnya kata Awira ini
memberi arti yang tidak baik, memalukan bahkan mengecewakan. Kalau sekiranya kata ini menjadi
sumber dari kata ‘aurat’, maka berarti bahwa itu adalah sesuatu yang
mengecewakan bahkan tidak dipandang baik.
2.
عار “Aara” yang berarti menutup hal ini
berarti bahwa aurat itu harus ditutup hingga tidak dapat dilihat dan dipandang.
3.
“A’wara
اعور yang berarti mencemarkan bila terlihat,
atau sesuatu itu akan mencemarkan bila tampak.
Secara bahasa, aurat berati
malu, aib dan buruk. Jadi pengertian aurat secara kebahasaan adalah anggota
atau bagian dari tubuh manusia yang bila terbuka atau tampak akan menimbulkan
rasa malu, aib, dan keburukan-keburukan lainnya.
Dari ketiga sumber kata inilah lahir kata atau kalimat aurat yang diartikan secara luasnya adalah sesuatu anggota tubuh yang adanya pada manusia yang harus ditutupi dan dijaga sedemikian rupa agar tidak menimbulkan kekecewaan dan rasa malu. Manusia dapat dihina dan dipermainkan karena auratnya ditambah kesembronoannya dalam bertinggkah laku dan berpakaian. Islam mengajarkan pada pemeluknya untuk menjaga dan memelihara perihal aurat ini dengan berpakaian dengan baik dan sepantasnya serta enak untuk dipandang.
Dari ketiga sumber kata inilah lahir kata atau kalimat aurat yang diartikan secara luasnya adalah sesuatu anggota tubuh yang adanya pada manusia yang harus ditutupi dan dijaga sedemikian rupa agar tidak menimbulkan kekecewaan dan rasa malu. Manusia dapat dihina dan dipermainkan karena auratnya ditambah kesembronoannya dalam bertinggkah laku dan berpakaian. Islam mengajarkan pada pemeluknya untuk menjaga dan memelihara perihal aurat ini dengan berpakaian dengan baik dan sepantasnya serta enak untuk dipandang.
Membuka Aurat adalah
perbuatan pidana
Ada yang berpendapat bahwa
nanti kalau perkembangan kriminologi sudah sempurna, maka tidak diperbolehkan
lagi adanya pidana. Sebab kata mereka itu, meskipun telah ber¬abad-abad orang
menjatuhi pidana pada orang yang berbuat kejahatan, namun kejahatan masih tetap
dilakukan orang. Ini menandakan bahwa pidana itu tidak mampu untuk men¬cegah
adanya kejahatan, jadi bukanlah obat bagi penjahat. Bagaimana akan mungkinnya
itu. Kalau penjahat diibaratkan orang yang sakit, dan pidana yang bersifat
memberi nestapa sebagai pembalasan atas kejahatan yang dilakukan, hal itu di
jadikan obat untuk di sakit tadi? Untuk dapat mengobatinya, tentunya terlebih
dahulu diperlukan mengetahui sebab-sebab daripada penyakit itu. Dan karenanya
yang diperlukan bukan¬lah pidana yang bersifat memberi nestapa sebagai
pembalasan atas kejahatan yang telah dilakukan, melainkan tindakan-¬tindakan.
Pandangan semacam ini hemat saya agak terlalu simplistic. Sebab kiranya, pandangan bahwa pidana adalah semata-mata sebagai pembalasan kejahatan yang dilakukan, sekarang su¬dah ditinggalkan, dan telah diinsyafi bahwa senyatanya adalah lebih kompleks. Kalau sekarang sifat pembalasan masih ada, maka itu adalah hanya suatu facet, suatu segi yang kecil. Faset¬-faset yang lain dan lebih penting hemat saya umpamanya adalah menenteramkan kembali masyarakat yang telah digoncangkan dengan adanya perbuatan pidana di satu pihak, dan di lain pihak, mendidik kembali orang yang melakukan perbuatan pidana tadi agar supaya menjadi anggota masyarakat yang berguna.
Adapun caranya untuk
mencapai usaha pemasyarakatan ini adalah bermacam-macam, yang boleh berganti
dan berubah menurut perkembangan ilmu pendidikan dalam bidang tersebut. Dengan
demikian makna pidana seharusnya lalu berubah. Tidak lagi sebagai penderitaan
pisik dan perendahan martabat manusia sebagai pembalasan daripada kejahatan
yang telah dilakukan, tetapi mencakup seluruh sarana-sarana yang di¬pandang
layak dan dapat dipraktekkan dalam suatu masyarakat yang tertentu. Sebaga
contoh, dalam pasal 21. Fundamentals of Criminal legislation for the USSR an
the Union Republica. 1958 ditentukan ada 7 macam pidana, yaitu,: 1.)
deprivation of liberty; 2) transportation; 3) exile; 4) : corrective, labour
without deprivation of leberty; 5) deprivation, of the right to occupy a
certain post or engaged in certain activity; 6) fines; 7) social censure.
HANAFIYYAH
1. Laki-laki: Dari pusar
sampai lutut.
Dalil: الركبة من العورة , عورة الرجل ما
بين سرته إلى ركبته
2. Budak perempuan: Seperti
aurat laki-laki dan ditambah punggung, perut, lambung sebelah kanan dan kiri
3. Perempuan merdeka: Seluruh
badan kecuali muka, tangan, punggung kaki dan telapak kaki. Suara bukan aurat,
tapi suara merdu dalam bacaan termasuk aurat. Kaki tidak termasuk aurat ketika
sholat, tapi merupakan aurat jika dilihat dan dipegang.
MALIKIYYAH
Penjelasan Aurat
Mugholladhoh wa mukhoffafah menurut malikiyyah
1. Laki-laki
a. Mugholladhoh: Dua lubang
b. Mukhoffafah: Antara pusar
sampai lutut selain dua lubang
2. Budak perempuan
a. Mugholladhoh: Pantat dan
antara keduanya, kemaluan dan rambut kemaluan
b. Mukhoffafah: Paha, antara
rambut kemaluan dan pusar
3. Perempuan merdeka
a. Mugholladhoh: Seluruh badan
kecuali athraf (leher, kepala, punggung kaki), dada, punggung
b. Mukhoffafah: Seluruh badan
kecuali wajah dan tangan
Jika tersingkap aurat
mugholladhoh maka batal sholatnya. Dan jika tersingkap aurat mukhoffafah
sholatnya tidak batal, tapi dianjurkan untuk mengulanginya di waktu sholat
dloruri.
Dilarang melihat aurat
walaupun tidak tertutup. Tapi jika aurat tertutup boleh melihatnya. Hukum
meraba aurat yang tertutup (dengan kain/baju) tidak boleh
Batas aurat laki-laki
ketika sholat
1.
Laki-laki:
Mugholadhoh (dua lubang) dan antara dua pantat. Maka wajib mengulangi sholat
jika kain yang menutupi pantat terbuka atau tersingkap rambut di bawah perut.
Paha bukan aurat dalam sholat. Dalil
حديث أنس: أن النبي يوم خيبر حسر الإزار عن فخذه
حتى إني لأنظر إلى بياض فخذه
2. Budak perempuan: Dua lubang
dan pantat. Jika terlihat ketika sholat maka batal
3.
Perempuan merdeka: Seluruh
badan kecuali dada, ujung rambut, tangan dan kaki
Batas aurat yang dilihat
1. Laki-laki: Antara pusar dan
lutut. Dengan laki-laki lain: Antara pusar dan lutut
2. Perempuan
a. Di depan laki-laki bukan
mahram: Seluruh badan kecuali wajah dan kedua telapak tangan
b. Di depan laki-laki mahram:
Seluruh badan kecuali wajah dan athraf (kepala, leher, kedua tangan dan kedua
kaki
c. Dengan perempuan lain
muslimah/kafirah: Antara pusar sampai lutut
d. Keluarga karena perkawinan
atau menyusui: Seluruh badan kecuali muka dan kedua telapak tangan
SYAFI'IYYAH
Batas aurat ketika sholat
1. Laki-laki: Antara pusar dan
lutut
2. Budak perempuan: Seperti
aurat laki-laki
3. Perempuan merdeka: Seluruh
badan kecuali wajah dan telapak tangan (baik punggungnya maupun telapknya)
Batas aurat yang dilihat
1. Laki-laki
a. Laki-laki lain: Antara
pusar dan lutut
b. Perempuan bukan mahram:
Antara pusar dan lutut
c. Perempuan mahram: Antara
pusar dan lutut.
2. Perempuan Merdeka
a. Laki-laki bukan mahrom:
Seluruh badan
b. Laki-laki mahram: Antara
pusar dan lutut
c. Perempuan muslim: Antara
pusar dan lutut
d. Perempuan kafir: Seluruh
badan kecuali yang terlihat ketika bekerja
e. Keluarga karena perkawinan
atau menyusui: Pusar sampai lutut. Hal ini termasuk dalam bab kelonggaran (فسحة).
Catatan:
Pusar dan lutut bukan aurat
على الأصح dalam madzhab syafi’iyyah. Tapi untuk menutupi paha harus
menutupi lutut. Hal ini sesuai dengan kaidah ushululiyyah ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب.
Jika aurat terbuka maka
batal sholatnya, kecuali jika terkena angin atau lupa.
Syafi’iyyah berseberangan
dengan pendapat malikiyyah yang mengatakan paha bukan aurat. Itu hikayah fi'il,
sedangkan hadits qaul (perkataan) lebih rajih dari hadits fi’il (perbuatan).
Kaidahnya القول أرجح من الفعل
HANABILAH
1. Laki-laki: Antara pusar dan
lutut. Pusar dan lutut bukan aurat. Hendaknya ketika sholat menutup pundak.
Dalil: لا يصلي الرجل في
الثوب الواحد، ليس على عاتقه منه شيء
2. Budak perempuan: Antara
pusar dan lutut (seperti aurat laki-laki)
3. Perempuan merdeka: Seluruh
badan kecuali wajah dan telapak tangan.
a. Dengan laki-laki mahramnya:
Seluruh badan kecuali wajah, lutut, kedua tangan, kaki dan betis
b. Di depan perempuan kafir:
Antara pusar sampai lutut. Hal ini dikarenakan perbedaan pemahaman antara
jumhur dan ulama’ hanabilah dalam memahami ayat ولا يبدين زينتهن إلا لبعولتهن
... أو نسائهن Menurut Jumhur: Maksud nisa' itu khusus perempuan muslimah.
Menurut Hanabilah: Maksud nisa' seluruh nisa'.
Boleh membuka aurat untuk
berobat
Kesimpulan dari pembahasan
ini
Kesepakatan para ulama'
·
Dua
kemaluan aurat
·
Pusar
bukan aurat
·
Aurat
laki-laki antara pusar dan lutut
·
Aurat
perempuan
a. Dalam sholat: Seluruh badan
kecuali wajah dan telapak tangan. Kedua kaki menurut hanafiyyah tidak aurat
b. Di luar sholat: Seluruh
badan
c. Di depan mahram atau
perempuan muslimah:
·
Hanafiyyah
dan Syafi'iyyah: Antara pusar dan lutut.
·
Malikiyyah:
Seluruh badan kecuali wajah dan athraf (kepala, leher, kedua tangan dan kedua
kaki)
·
Hanabilah:
Seluruh badan kecuali wajah, leher, kepala, kedua tangan, kaki dan betis
·
Lutut
bukan aurat
·
Hanafiyyah:
lutut aurat
·
Jumhur:
Lutut bukan aurat, tapi wajib menutup lutut untuk menutupi paha, dengan kaidah
ushuliyah ما لا يتم الواجب إلا
به فهو واجب.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar